Suatu
hari, Rasulullah sedang duduk di masjid dikelilingi para sahabat. Beliau tengah
mengajarkan ayat-ayat Qur’an. Tiba-tiba Rasulullah berhenti sejenak dan
berkata,”Akan hadir diantara kalian seorang calon penghuni surga”. Para sahabat
pun bertanya-tanya dalam hati, siapakah orang istimewa yang dimaksud Rasulullah
ini?. Dengan antusias mereka menunggu kedatangan orang tersebut. Semua mata
memandang ke arah pintu.
Tak
berapa lama kemudian, seorang laki-laki melenggang masuk masjid. Para sahabat
heran, inikah orang yang dimaksud Rasulullah? Dia tak lebih dari seorang
laki-laki dari kaum kebanyakan. Dia tidak termasuk di antara sahabat utama. Dia
juga bukan dari golongan tokoh Quraisy. Bahkan, tak banyak yang mengenalnya.
Pun, sejauh ini tak terdengar keistimewaan dia.
Ternyata,
kejadian ini berulang sampai tiga kali pada hari-hari selanjutnya. Tiap kali
Rasulullah berkata akan hadir di antara kalian seorang calon penghuni surga,
laki-laki tersebutlah yang kemudian muncul. Maka para sahabat pun menjadi
yakin, bahwa memang i-laki itulah yang dimaksud Rasulullah. Mereka juga menjadi
semakin penasaran, amalan istimewa apakah yang dimiliki laki-laki ini hingga
Rasulullah menjulukinya sebagai calon penghuni surga?
Akhirnya,
para sahabat pun sepakat mengutus salah seorang di antara mereka untuk
mengamati keseharian laki-laki ini. Maka pada suatu hari, sahabat yang diutus
ini menyatakan keinginannya untuk bermalam di rumah laki-laki tersebut. Si
laki-laki calon penghuni surga mempersilakannya.
Selama
tinggal di rumah laki-laki tersebut, si sahabat terus-menerus mengikuti
kegiatan si laki-laki calon penghuni surga. Saat si laki-laki makan, si sahabat
ikut makan. Saat si sahabat mengerjakan pekerjaan rumah, si sahabat menunggui.
Tapi ternyata seluruh kegiatannya biasa saja. “Oh, mungkin ibadah malam harinya
sangat bagus,” pikirnya. Tapi ketika malam tiba, si laki-laki pun bersikap
biasa saja. Dia mengerjakan ibadah wajib sebagaimana biasa. Dia membaca Qur’an
dan mengerjakan ibadah sunnah, namun tak banyak. Ketika tiba waktunya tidur,
dia pun tidur dan baru bangun ketika azan subuh berkumandang.
Sungguh,
si sahabat heran, karena ia tak jua menemukan sesuatu yang istimewa dari
laki-laki ini. Tiga malam sang sahabat bersama sang calon penghuni surga,
tetapi semua tetap berlangsung biasa. Apa adanya.
Akhirnya,
sahabat itu pun pun berterus terang akan maksudnya bermalam. Dia bercerita
tentang pernyataan Rasulullah. Kemudian dia bertanya,“Wahai kawan, sesungguhnya
amalan istimewa apakah yang kau lakukan sehingga kau disebut salh satu calon
penghuni surga oleh Rasulullah? Tolong beritahu aku agar aku dapat
mencontohmu”.
Si
laki-laki menjawab,” Wahai sahabat, seperti yang kamu lihat dalam kehidupan
sehari-hariku. Aku adalah seorang muslim biasa dengan amalan biasa pula. Namun ada
satu kebiasaanku yang bisa kuberitahukan padamu.
Setiap
menjelang tidur, aku berusaha membersihkan hatiku. Kumaafkan orang-orang yang
menyakitiku dan ubuang semua iri, dengki, dendam dan perasaaan buruk epada
semua saudaraku sesama muslim. Hingga aku tidur dengan tenang dan hati bersih
serta ikhlas. Barangkali itulah yang menyebabkan Rasulullah menjuluki
demikian.”
Mendengar
penjelasan itu, wajah sang sahabat menjadi erseri-seri. “Terima kasih kawan
atas hikmah yang kau berikan. Aku akan memberitahu para sahabat mengenai hal
ini”. Sang sahabat pun pamit dengan membawa pelajaran berharga.***
Kawan,
kisah di atas barangkali tak lagi asing. Namun tiada rugi untuk ditutur
kembali. Surga bukan hanya hak para wali, nabi, syuhada dan ulama. Jika kita
merasa hanyalah orang kebanyakan, itu tak berarti kita tak berhak atas nikmat
surga. Karena amalan kecil pun bisa menjadi kunci masuk surga. Dan ternyata
kebersihan hati itu sangat besar nilainya.
Jangan
pernah berputus asa atas rahmatNya. Sungguh Dia Maha Pemberi Karunia.
InsyaAllah, jika kita ikhlas, tulus dan mengerjakan penuh cinta, Dia takkan
menyia-nyiakan hambaNya. Wallahu a’lam .....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar