Senin, 10 November 2014

MENGGAPAI KETENTRAMAN HATI



           Semoga Allah Yang Maha Mendengar, Maha Menatap, Maha Menyaksikan segalanya, Maha Tahu keadaan hati kita, Mengkaruniakan kepada kita hati yang lapang, hati yang bening, hati yang tentram, dan membimbing kita agar menjadi pribadi yang menentramkan, melapangkan dan menjadi jalan keluar dari segala kesempitan. Amin.
         Saudara sekalian, banyak orang yang takut dengan penyakit SARS, demam berdarah, kanker, dan jantung. Padahal yang membunuh paling banyak manusia, kebahagian manusia, adalah penyakit kecemasan. Siapapun yang hidup di dunia ini dan tidak berhasil lepas dari kecemasan, maka apapun yang ada, tidak akan bisa dinikmati.

Minggu, 09 November 2014

MENGHIDUPKAN HATI NURANI BANGSA

Halo gan....Apa kabarnya...sehat aja ya....??? Hari ini kita tambah ilmu dengan membaca ya gan...Ane Posting yang baru ne.:..untuk hati kita,,

         Segala puji bagi Allah swt, shalawat dan salam semoga tercurah selalu bagi Rasullulah saw panutan kita, yang membangunkan dan menuntun hati nurani kita, menjadi cahaya bagi segala perbuatan mulia. Bangsa kita sesungguhnya dianugerahi potensi yang sangat luar biasa, yang jika disyukuri dengan cara mengelolanya dengan tepat, niscaya berpeluang menjadi negara besar yang sejahtera, berwibawa dan bermatabat.

          Dengan potensi sumber daya yang alam yang melimpah ruah baik berupa daratan ,lautan serta apapun yang terkandung di dalamnya, juga lokasi geografis dan keindahan alam, negeri kita bagaikan percikan surga yang tertetes ke bumi. Potensi yang dimimpikan oleh negara lainnya di dunia ini.
          Potensi manusia dengan jumlah dua ratus dua puluh juta jiwa dengan aneka kemampuannya lahir batin, wawsan, pengalaman, latar belakang, budaya dan intelektual, merupakan aset yang berharga bila disinergikan dengan formula yang tepat akan berbuah kekuatan yang dasyat.
          Potensi yang tidak ternilai harganya merupakan sumber keyakinan bagi mayoritas penduduk Indonesia, yaitu aqidah Islam yang diyakini bersama sebagai agama paripurna, rahmatan lil 'alamin, yang bila diamalkan dengan benar dan bersungguh-sungguh akan dapat menghantarkan bangsa mulia dan penuh produktifitas hingga menjadi solusi yang universal.
          Namun, bila kita melihat kenyataan, ternyata semua potensi tidak berbuah kenyataan yang dicita-citakan bersama. Bahkan, aneka bala dan musibah dari berbagai sisi kehidupan begitu lekat dan memilukan. Rupanya yang sedang berjangkit di negara kita secara umum, justru penyakit qalbu/hati nurani.
          Karena orang kuat dan cerdas akal pikirannya, yang tidak sehat qalbunya ternyata mereka itulah yang menjadi biang-biang kerusuhan, kerusakan dan kesengsaraan bagi bangsa ini. Qalbu adalah inti terpenting dari manusia yang akan mengatur segala sikapnya. Sabda Rasulullah: "Ingatlah, dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Kalau segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya. Tetapi, bila rusak, niscaya akan rusak pula seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu bernama qalbu." (HR. Bukhari - Muslim)
          Dan sumber kerusakan itu menurut Rasulullah adalah: "Dapat diperkirakan bahwa kamu akan diperebutkan oleh bangsa-bangsa lain sebagaimana orang-orang berebut melahap isi mangkok. Para sahabat bertanya, "Apakah pada saat itu jumlah kami sedikit ya Rasullullah?" Beliau menjawab ,"Tidak, bahkan saat itu jumlah kalian banyak sekali, tetapi seperti buih air bah dan kalian ditimpa penyakit wahn." Mereka bertanya lagi, "Apakah penyakit wahn itu ya Rasullulah?", Beliau menjawab, "Hubbu al dunya (kecintaan yang amat sangat kepada dunia) dan takut mati." (HR Abu Dawud).
          Gejalanya bisa kita lihat dari tingkah polah dalam memperebutkan duniawi ini (harta, kedudukan, kekuasaan, popularitas, kesenangan duniawi, gelar, pangkat, jabatan yang ditujukan hanya uuntuk kepuasaan dunia belaka), tidak sedikit orang yang menghalalkan cara-cara tak terpuji sehingga menzhalimi hak-hak orang lain.
          Kita harus mulai membangunkan nurani masyarakat dengan cara mensosialisasikan obat penyembuhnya, yaitu membangun hidup mulia dengan bersahaja, hidup proporsional, hal ini sangat memungkinkan kita lakukan setidaknya dengan empat kunci : 
      1.     Suri tauladan yang nyata.
2.      Pendidikan dan pelatihan, juga pembinaan secara sistematis berkesinambungan.
3.      Sistem yang kondusif.
4.      Membangun kekuatan ruhaniya nasional.
           Semoga Allah swt melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada bangsa kita, karena tiada pertemuan dengan Allah kecuali orang yang berhati bersih dan selamat. (Sumber : http://www.masjid.or.id 
baca juga   : 

jangan lupa komen ya gan...........????

Sabtu, 08 November 2014

BILA DIRI SEMPIT HATI



           Semoga Allah SWT senantiasa memberikan keypad kita hati yang lapang, yang jernih, karena ternyata berat sekali menghadapi hidup dengan hati yang sempit. Hati yang lapang dapat diibaratkan sebuah lapangan yang luas membentang, walaupun ada anjing, ada ular, ada kalajengking, dan ada aneka binatang buas lainnya, pastilah lapangan akan tetap luas. Aneka binatang buas yang ada malah makin nampak kecil dibandingkan dengan luasnya lapangan. Sebaliknya, hati yang sempit dapat diibaratkan ketika kita berada di sebuah kamar mandi yang sempit, baru berdua dengan tikus saja, pasti jadi masalah. Belum lagi jika dimasukkan anjing, singa, atau harimau yang sedang lapar, pastilah akan lebih bermasalah lagi.
           Entah mengapa kita sering terjebak dalam pikiran yang membuat hari-hari kita menjadi hari-hari yang tidak nyaman, yang membuat pikiran kita menjadi keruh, penuh rencana-rencana buruk. Waktu demi waktu yang dilalui sering kali diwarnai kondisi hati yang mendidih, bergolak, penuh ketidaksukaan, terkadang kebencian, bahkan lagi dendam kesumat. Capek rasanya. Menjelang tidur, otak berpikir keras menyusun rencana bagaimana memuntahkan kebencian dan kedendaman yang ada di lubuk hatinya agar habis tandas terpuaskan kepada yang dibencinya.
Hari-harinya adalah hari uring-uringan makan tak enak, tidur tak nyenyak dikarenakan seluruh konsentrasi dan energinya difokuskan untuk memuaskan rasa bencinya ini.
          Ah, sahabat. Sungguh alangkah menderitanya orang-orang yang disiksa oleh kesempitan hati. Dia akan mudah sekali tersinggung, dan kalau sudah tersinggung seakan-akan tidak termaafkan, kecuali sudah terpuaskan dengan melihat orang yang menyinggungnya menderita, sengsara, atau tidak berdaya.
          Ingatlah bahwa hidup kita di dunia ini hanya satu kali, sebentar dan belum tentu panjang umur, amat rugi jikalau kita tidak bisa menjaga suasana hati ini. Camkanlah bahwa kekayaan yang paling mahal dalam mengarungi kehidupan ini adalah suasana hati kita ini. Walaupun rumah kita sempit, tapi kalau hati kita 'blaang' lapang akan terasa luas. Walaupun tubuh kita sakit, tapi kalau hati kita ceria, sehat, akan terasa enak.
          Walaupun badan kita lemes, tapi kalau hati kita tegar, akan terasa mantap. Walaupun mobil kita merek murahan, motor kita modelnya sederhana, tapi kalau hati kita indah, akan tetap terhormat. Walaupun kulit kita kehitam-hitaman, tapi kalau batinnya jelita, akan tetap mulia. Sebaliknya, apa artinya rumah yang lapang kalau hatinya sempit?! Apa artinya Fried Chicken, Burger, Hoka-hoka Bento, dan segala makanan enak lainnya, kalau hati sedang membara?! Apa artinya ruangan ber-AC kalau hati mendidih?! Apa artinya mobil BMW, kalau hatinya bangsat?!
          Lalu, bagaimana cara kita mengatasi perasaan-perasaan seperti ini? Yang pertama harus kita kondisikan dalam hati ini adalah kita harus sangat siap untuk terkecewakan, karena hidup ini tidak akan selamanya sesuai dengan keinginan kita. Artinya, kita harus siap oleh situasi dan kondisi apapun, tidak boleh kita hanya siap dengan situasi yang enak saja. Kita harus sangat siap dengan situasi dan kondisi sesulit, sepahit dan setidak enak apapun. Seperti pepatah mengatakan, 'sedia payung sebelum hujan'. Artinya, hujan atau tidak hujan kita siap.
          Hal kedua yang harus kita lakukan kalau toh ada orang yang mengecewakan kita, adalah dengan jangan terlalu ambil pusing, sebab kita akan jadi rugi oleh pikiran kita sendiri. Sudah lupakan saja. Yang membagikan rizki adalah Allah, yang mengangkat derajat adalah Allah, yang menghinakan juga Allah. Apa perlunya kita pusing dengan omongan orang, sampai 'doer' itu bibir menghina kita, sungguh tidak akan kurang permberian Allah kepada kita. Mati-matian ia menghina, yakinlah kita tidak akan hina dengan penghinaan orang. Kita itu hina karena kelakuan hina kita sendiri.
          Nabi SAW, dihina, tapi toh tetap cemerlang bagai intan mutiara. Sedangkan yang menghinanya, Abu Jahal sengsara. Salman Rushdie ngumpet tidak bisa kemana-mana, Permadi, Arswendo Atmowiloto masuk penjara. Siapa yang menabur angin akan menuai badai. Dikisahkan ketika Nabi Isa as dihina, ia tetap senyum, tenang, dan mantap, tidak sedikitpun ia menjawab atau membalas dengan kata-kata kotor mengiris tajam seperti yang diucapkan si penghinanya. Ketika ditanya oleh sahabat-sahabatnya, "Ya Rabi (Guru), kenapa engkau tidak menjawab dengan kata-kata yang sama ketika engkau dihina, malah Baginda menjawab dengan kebaikan?"
          Nabi Isa as, menjawab : "Karena setiap orang akan menafkahkan apa yang dimilikinya. Kalau kita memiliki keburukan, maka yang kita nafkahkan adalah keburukan, kalau yang kita miliki kemuliaan, maka yang kita nafkahkan juga kata-kata yang mulia." Sungguh, seseorang itu akan menafkahkan apa-apa yang dimilikinya. Ketika Ahnaf bin Qais dimaki-maki seseorang menjelang masuk ke kampungnya,
          "Hai kamu bodoh, gila, kurang ajar!", Ahnaf bin Qais malah menjawab, "Sudah? Masih ada yang lain yang akan disampaikan? Sebentar lagi saya masuk ke kampung Saya, kalau nanti di dengar oleh orang-orang sekampung, mungkin nanti mereka akan dan mengeroyokmu. Ayo, kalau masih ada yang disampaikan, sampaikanlah sekarang !". Dikisahkan pula di zaman sahabat, ada seseorang yang marah-marah kepada seorang sahabat nabi,  "Silahkan kalau kamu ngomong lima patah kata, saya akan jawab dengan 10 patah kata. Kamu ngomong satu kalimat, saya akan ngomong sepuluh kalimat”. Lalu dijawab dengan mantap oleh sahabat ini, "Kalau engkau ngomong sepuluh kata, saya tidak akan ngomong satu patah kata pun". Oleh karena itu, jangan ambil pusing, janga dipikirin. Dale Carnegie, dalam sebuah bukunya mengisahkan tentang seekor beruang kutup yang ganas sekali, selalu main pukul, ada pohon kecil dicerabut, tumbang dan dihancurkan. Di tengah amukannya, tiba-tiba ada ada seekor binatang kecil yang lewat di depannya. Anehnya, tidak ia hantam, sehingga mungkin terlintas dalam benak si beruang ini, "Ah, apa perlunya menghantam yang kecil-kecil, yang tidak sebanding, yang tidak merugikan kepentingan kita".
Percayalah, makin mudah kita tersinggung, apalagi hanya dengan hal-hal yang sepele, akan makin sengsara hidup ini. Padahal, mau apa hidup pakai sengsara, karena justru kita harus menjadikan orang-orang yang menyakiti kita sebagai ladang amal, karena kalau tidak ada yang menghina, menganiaya, atau menyakiti, kapan kita bisa memaafkan? Nah sahabat. Justru karena ada lawan, ada yang menghina, ada yang menyakiti kita bisa memaafkan. Kalau dia masih muda, anggap saja mungkin dia belum tahu bagaimana bersikap kepada yang tua, daripada sebel kepadanya. Kalau dia masih kanak-kanak, pahami bahwa tata nilai kita dengan dia berbeda, mana mungkin kita tersinggung oleh anak kecil. Kalau ada orang tua yang memarahi kita, jangan tersinggung, mungkin dia khilaf, karena terlalu tuanyua. Yang pasti makin kita pemaaf, makin kita berhati lapang, makin bisa memahami orang lain, maka akan makin aman dan tenteramlah hidup kita ini, subhanallah. Wallahu a’lam.

PANCARAN PRIBADI BERSIH HATI



           Semoga Allah SWT senantiasa memberikan keypad kita hati yang lapang, yang jernih, karena ternyata berat sekali menghadapi hidup dengan hati yang sempit. Hati yang lapang dapat diibaratkan sebuah lapangan yang luas membentang, walaupun ada anjing, ada ular, ada kalajengking, dan ada aneka binatang buas lainnya, pastilah lapangan akan tetap luas. Aneka binatang buas yang ada malah makin nampak kecil dibandingkan dengan luasnya lapangan. Sebaliknya, hati yang sempit dapat diibaratkan ketika kita berada di sebuah kamar mandi yang sempit, baru berdua dengan tikus saja, pasti jadi masalah. Belum lagi jika dimasukkan anjing, singa, atau harimau yang sedang lapar, pastilah akan lebih bermasalah lagi.
           Entah mengapa kita sering terjebak dalam pikiran yang membuat hari-hari kita menjadi hari-hari yang tidak nyaman, yang membuat pikiran kita menjadi keruh, penuh rencana-rencana buruk. Waktu demi waktu yang dilalui sering kali diwarnai kondisi hati yang mendidih, bergolak, penuh ketidaksukaan, terkadang kebencian, bahkan lagi dendam kesumat. Capek rasanya. Menjelang tidur, otak berpikir keras menyusun rencana bagaimana memuntahkan kebencian dan kedendaman yang ada di lubuk hatinya agar habis tandas terpuaskan kepada yang dibencinya.
Hari-harinya adalah hari uring-uringan makan tak enak, tidur tak nyenyak dikarenakan seluruh konsentrasi dan energinya difokuskan untuk memuaskan rasa bencinya ini.
          Ah, sahabat. Sungguh alangkah menderitanya orang-orang yang disiksa oleh kesempitan hati. Dia akan mudah sekali tersinggung, dan kalau sudah tersinggung seakan-akan tidak termaafkan, kecuali sudah terpuaskan dengan melihat orang yang menyinggungnya menderita, sengsara, atau tidak berdaya.
          Ingatlah bahwa hidup kita di dunia ini hanya satu kali, sebentar dan belum tentu panjang umur, amat rugi jikalau kita tidak bisa menjaga suasana hati ini. Camkanlah bahwa kekayaan yang paling mahal dalam mengarungi kehidupan ini adalah suasana hati kita ini. Walaupun rumah kita sempit, tapi kalau hati kita 'blaang' lapang akan terasa luas. Walaupun tubuh kita sakit, tapi kalau hati kita ceria, sehat, akan terasa enak.
          Walaupun badan kita lemes, tapi kalau hati kita tegar, akan terasa mantap. Walaupun mobil kita merek murahan, motor kita modelnya sederhana, tapi kalau hati kita indah, akan tetap terhormat. Walaupun kulit kita kehitam-hitaman, tapi kalau batinnya jelita, akan tetap mulia. Sebaliknya, apa artinya rumah yang lapang kalau hatinya sempit?! Apa artinya Fried Chicken, Burger, Hoka-hoka Bento, dan segala makanan enak lainnya, kalau hati sedang membara?! Apa artinya ruangan ber-AC kalau hati mendidih?! Apa artinya mobil BMW, kalau hatinya bangsat?!
          Lalu, bagaimana cara kita mengatasi perasaan-perasaan seperti ini? Yang pertama harus kita kondisikan dalam hati ini adalah kita harus sangat siap untuk terkecewakan, karena hidup ini tidak akan selamanya sesuai dengan keinginan kita. Artinya, kita harus siap oleh situasi dan kondisi apapun, tidak boleh kita hanya siap dengan situasi yang enak saja. Kita harus sangat siap dengan situasi dan kondisi sesulit, sepahit dan setidak enak apapun. Seperti pepatah mengatakan, 'sedia payung sebelum hujan'. Artinya, hujan atau tidak hujan kita siap.
          Hal kedua yang harus kita lakukan kalau toh ada orang yang mengecewakan kita, adalah dengan jangan terlalu ambil pusing, sebab kita akan jadi rugi oleh pikiran kita sendiri. Sudah lupakan saja. Yang membagikan rizki adalah Allah, yang mengangkat derajat adalah Allah, yang menghinakan juga Allah. Apa perlunya kita pusing dengan omongan orang, sampai 'doer' itu bibir menghina kita, sungguh tidak akan kurang permberian Allah kepada kita. Mati-matian ia menghina, yakinlah kita tidak akan hina dengan penghinaan orang. Kita itu hina karena kelakuan hina kita sendiri.
          Nabi SAW, dihina, tapi toh tetap cemerlang bagai intan mutiara. Sedangkan yang menghinanya, Abu Jahal sengsara. Salman Rushdie ngumpet tidak bisa kemana-mana, Permadi, Arswendo Atmowiloto masuk penjara. Siapa yang menabur angin akan menuai badai. Dikisahkan ketika Nabi Isa as dihina, ia tetap senyum, tenang, dan mantap, tidak sedikitpun ia menjawab atau membalas dengan kata-kata kotor mengiris tajam seperti yang diucapkan si penghinanya. Ketika ditanya oleh sahabat-sahabatnya, "Ya Rabi (Guru), kenapa engkau tidak menjawab dengan kata-kata yang sama ketika engkau dihina, malah Baginda menjawab dengan kebaikan?"
          Nabi Isa as, menjawab : "Karena setiap orang akan menafkahkan apa yang dimilikinya. Kalau kita memiliki keburukan, maka yang kita nafkahkan adalah keburukan, kalau yang kita miliki kemuliaan, maka yang kita nafkahkan juga kata-kata yang mulia." Sungguh, seseorang itu akan menafkahkan apa-apa yang dimilikinya. Ketika Ahnaf bin Qais dimaki-maki seseorang menjelang masuk ke kampungnya,
          "Hai kamu bodoh, gila, kurang ajar!", Ahnaf bin Qais malah menjawab, "Sudah? Masih ada yang lain yang akan disampaikan? Sebentar lagi saya masuk ke kampung Saya, kalau nanti di dengar oleh orang-orang sekampung, mungkin nanti mereka akan dan mengeroyokmu. Ayo, kalau masih ada yang disampaikan, sampaikanlah sekarang !". Dikisahkan pula di zaman sahabat, ada seseorang yang marah-marah kepada seorang sahabat nabi,  "Silahkan kalau kamu ngomong lima patah kata, saya akan jawab dengan 10 patah kata. Kamu ngomong satu kalimat, saya akan ngomong sepuluh kalimat”. Lalu dijawab dengan mantap oleh sahabat ini, "Kalau engkau ngomong sepuluh kata, saya tidak akan ngomong satu patah kata pun". Oleh karena itu, jangan ambil pusing, janga dipikirin. Dale Carnegie, dalam sebuah bukunya mengisahkan tentang seekor beruang kutup yang ganas sekali, selalu main pukul, ada pohon kecil dicerabut, tumbang dan dihancurkan. Di tengah amukannya, tiba-tiba ada ada seekor binatang kecil yang lewat di depannya. Anehnya, tidak ia hantam, sehingga mungkin terlintas dalam benak si beruang ini, "Ah, apa perlunya menghantam yang kecil-kecil, yang tidak sebanding, yang tidak merugikan kepentingan kita".
Percayalah, makin mudah kita tersinggung, apalagi hanya dengan hal-hal yang sepele, akan makin sengsara hidup ini. Padahal, mau apa hidup pakai sengsara, karena justru kita harus menjadikan orang-orang yang menyakiti kita sebagai ladang amal, karena kalau tidak ada yang menghina, menganiaya, atau menyakiti, kapan kita bisa memaafkan? Nah sahabat. Justru karena ada lawan, ada yang menghina, ada yang menyakiti kita bisa memaafkan. Kalau dia masih muda, anggap saja mungkin dia belum tahu bagaimana bersikap kepada yang tua, daripada sebel kepadanya. Kalau dia masih kanak-kanak, pahami bahwa tata nilai kita dengan dia berbeda, mana mungkin kita tersinggung oleh anak kecil. Kalau ada orang tua yang memarahi kita, jangan tersinggung, mungkin dia khilaf, karena terlalu tuanyua. Yang pasti makin kita pemaaf, makin kita berhati lapang, makin bisa memahami orang lain, maka akan makin aman dan tenteramlah hidup kita ini, subhanallah. Wallahu a’lam.

Jumat, 17 Oktober 2014

CAHAYA HATI...

Biar Hati Bercahaya Kita Baca Yuuk..!!!

           SEMOGA Allah yang menggenggam langit dan bumi, membuka pintu hati kita semua agar dapat memahami hikmah di balik kejadian apa pun yang menimpa dan semoga Allah membimbing kita untuk bisa menyikapi kejadian apa pun dengan sikap terbaik.


          Sahabat pembaca, ternyata nurul yaqin atau cahaya keyakinan yang tersimpan di dalam hati seorang hamba Allah yang arifin dan berkeyakinan teguh, datangnya dari khasanah kegaiban Allah Taala. Alam semesta ini menjadi terang benderang karena cahaya benda-benda langit yang diciptakan Allah. Sedang cahaya yang menerangi hati manusia adalah nur dari sifat-sifat Allah. Cahaya yang tampak adalah bekas cahaya yang diciptakan Allah, dan cahaya yang tidak tampak adalah cahaya dari sifat-sifat Allah. Imam Athaillah dalam Kitab Al Hikam bertutur: Nur yang tersimpan dalam hati, datang dari cahaya yang langsung dari khazanah-khazanah kegaiban. Nur yang memancar dari panca inderamu, adalah berasal dari ciptaan Allah, dan cahaya yang memancar dari hatimu adalah berasal dari sifat-sifat Allah. Saudaraku, ada mata indera dan ada mata hati. Mata indera bisa melihat apa yang diberikan oleh Allah berupa cahaya alam ini, sedangkan mata hati dapat melihat sesuatu yang tidak terlihat oleh pandangan mata.Allah SWT tidak bisa dilihat oleh mata karena mata ini terlalu lemah, melihat yang jauh saja tidak mampu begitu pun untuk melihat yang sangat dekat. Orang yang hatinya diberi cahaya oleh Allah ketika melihat sesuatu, hatinya pun ikut melihat keagungan Allah. Misalnya, seseorang yang hatinya telah diberi anugerah cahaya Allah, maka ketika ia memandang keindahan alam semesta hatinya pun akan ikut merasakan keagungan Allah yang menciptakan alam ini.


          Maka orang-orang yang hatinya bersih, dia akan melihat alam ini berbeda dengan yang terlihat oleh mata. Misalnya, ada orang yang terpesona kepada boneka, dan dipujinya pabrik yang membuat bonekanya itu. Akan tetapi lain lagi dengan orang yang mata hatinya terbuka, mata melihat boneka dan hati melihat Allah. Artinya, ia akan semakin kagum dengan ciptaan Allah berupa manusia, termasuk dirinya.


          Ya, sebab pertanyaannya, kenapa kita kagum kepada orang-orang yang membuat boneka, tetapi tidak kagum kepada anak yang memainkan boneka? Seharusnya melihat boneka saja kagum, apalagi melihat anak-anak yang memainkan boneka, padahal anak-anak yang memainkan boneka itu bisa menangis, bisa tertawa, bisa makan, dan lain sebagainya.

Sedangkan boneka? Tidak bisa apa-apa! Sungguh aneh, pabrik boneka dipuji, tetapi Pencipta anak-anak yang memainkan boneka tidak dipuji.


          Kalau hati tertutup, maka dunia ini menakutkan. Melihat uang takut tidak kebagian, ketika sudah dapat justru takut hilang. Akan tetapi bagi orang-orang yang hatinya terbuka, Insya Allah tidak ada kerisauan tentang rezeki karena rezeki sudah pasti Allah yang membagikan, tidak akan pernah tertukar, tetapi begitulah karena hati belum yakin dan tidak beriman, lihatlah para koruptor yang mencuri uang rakyat. Kalau punya iman kenapa harus licik, rezeki sudah ada sebelum kita dilahirkan, tetapi begitulah orang-orang yang takut, padahal yang seharusnya kita takuti bukan takut tidak punya uang tetapi takut tidak punya jujur dan takut tidak punya syukur. Takut tidak punya sabar.


          Sejak saat ini marilah memperbanyak dzikir daripada banyak bicara yang bermanfaat, orang yang beruntung itu adalah orang yang diingatkan di dunia ini, justru yang gawat adalah orang yang diberi kelancaran oleh Allah dalam maksiat.


           Marilah kita rasakan apa pun yang kita raba dengan indera membuat kita mengenal hikmah di balik setiap kejadian yang ada, hati-hati menjaga diri. Tidak pernah menimpa kepada kita bencana kecuali hasil perbuatan sendiri. Wallahu a’lam.