Semoga
Allah SWT senantiasa memberikan keypad kita hati yang lapang, yang jernih,
karena ternyata berat sekali menghadapi hidup dengan hati yang sempit. Hati
yang lapang dapat diibaratkan sebuah lapangan yang luas membentang, walaupun
ada anjing, ada ular, ada kalajengking, dan ada aneka binatang buas lainnya,
pastilah lapangan akan tetap luas. Aneka binatang buas yang ada malah makin
nampak kecil dibandingkan dengan luasnya lapangan. Sebaliknya, hati yang sempit
dapat diibaratkan ketika kita berada di sebuah kamar mandi yang sempit, baru
berdua dengan tikus saja, pasti jadi masalah. Belum lagi jika dimasukkan
anjing, singa, atau harimau yang sedang lapar, pastilah akan lebih bermasalah
lagi.
Entah mengapa kita sering terjebak
dalam pikiran yang membuat hari-hari kita menjadi hari-hari yang tidak nyaman,
yang membuat pikiran kita menjadi keruh, penuh rencana-rencana buruk. Waktu
demi waktu yang dilalui sering kali diwarnai kondisi hati yang mendidih,
bergolak, penuh ketidaksukaan, terkadang kebencian, bahkan lagi dendam kesumat.
Capek rasanya. Menjelang tidur, otak berpikir keras menyusun rencana bagaimana
memuntahkan kebencian dan kedendaman yang ada di lubuk hatinya agar habis
tandas terpuaskan kepada yang dibencinya.
Hari-harinya adalah hari uring-uringan makan tak enak,
tidur tak nyenyak dikarenakan seluruh konsentrasi dan energinya difokuskan
untuk memuaskan rasa bencinya ini.
Ah,
sahabat. Sungguh alangkah menderitanya orang-orang yang disiksa oleh kesempitan
hati. Dia akan mudah sekali tersinggung, dan kalau sudah tersinggung
seakan-akan tidak termaafkan, kecuali sudah terpuaskan dengan melihat orang
yang menyinggungnya menderita, sengsara, atau tidak berdaya.
Ingatlah
bahwa hidup kita di dunia ini hanya satu kali, sebentar dan belum tentu panjang
umur, amat rugi jikalau kita tidak bisa menjaga suasana hati ini. Camkanlah
bahwa kekayaan yang paling mahal dalam mengarungi kehidupan ini adalah suasana
hati kita ini. Walaupun rumah kita sempit, tapi kalau hati kita 'blaang' lapang
akan terasa luas. Walaupun tubuh kita sakit, tapi kalau hati kita ceria, sehat,
akan terasa enak.
Walaupun
badan kita lemes, tapi kalau hati kita tegar, akan terasa mantap. Walaupun
mobil kita merek murahan, motor kita modelnya sederhana, tapi kalau hati kita
indah, akan tetap terhormat. Walaupun kulit kita kehitam-hitaman, tapi kalau
batinnya jelita, akan tetap mulia. Sebaliknya, apa artinya rumah yang lapang
kalau hatinya sempit?! Apa artinya Fried Chicken, Burger, Hoka-hoka Bento, dan
segala makanan enak lainnya, kalau hati sedang membara?! Apa artinya ruangan
ber-AC kalau hati mendidih?! Apa artinya mobil BMW, kalau hatinya bangsat?!
Lalu,
bagaimana cara kita mengatasi perasaan-perasaan seperti ini? Yang pertama harus
kita kondisikan dalam hati ini adalah kita harus sangat siap untuk
terkecewakan, karena hidup ini tidak akan selamanya sesuai dengan keinginan
kita. Artinya, kita harus siap oleh situasi dan kondisi apapun, tidak boleh
kita hanya siap dengan situasi yang enak saja. Kita harus sangat siap dengan
situasi dan kondisi sesulit, sepahit dan setidak enak apapun. Seperti pepatah
mengatakan, 'sedia payung sebelum hujan'. Artinya, hujan atau tidak hujan kita
siap.
Hal
kedua yang harus kita lakukan kalau toh ada orang yang mengecewakan kita,
adalah dengan jangan terlalu ambil pusing, sebab kita akan jadi rugi oleh
pikiran kita sendiri. Sudah lupakan saja. Yang membagikan rizki adalah Allah,
yang mengangkat derajat adalah Allah, yang menghinakan juga Allah. Apa perlunya
kita pusing dengan omongan orang, sampai 'doer' itu bibir menghina kita,
sungguh tidak akan kurang permberian Allah kepada kita. Mati-matian ia
menghina, yakinlah kita tidak akan hina dengan penghinaan orang. Kita itu hina
karena kelakuan hina kita sendiri.
Nabi
SAW, dihina, tapi toh tetap cemerlang bagai intan mutiara. Sedangkan yang
menghinanya, Abu Jahal sengsara. Salman Rushdie ngumpet tidak bisa kemana-mana,
Permadi, Arswendo Atmowiloto masuk penjara. Siapa yang menabur angin akan
menuai badai. Dikisahkan ketika Nabi Isa as dihina, ia tetap senyum, tenang,
dan mantap, tidak sedikitpun ia menjawab atau membalas dengan kata-kata kotor
mengiris tajam seperti yang diucapkan si penghinanya. Ketika ditanya oleh
sahabat-sahabatnya, "Ya Rabi (Guru), kenapa engkau tidak menjawab dengan
kata-kata yang sama ketika engkau dihina, malah Baginda menjawab dengan
kebaikan?"
Nabi Isa
as, menjawab : "Karena setiap orang akan menafkahkan apa yang dimilikinya.
Kalau kita memiliki keburukan, maka yang kita nafkahkan adalah keburukan, kalau
yang kita miliki kemuliaan, maka yang kita nafkahkan juga kata-kata yang
mulia." Sungguh, seseorang itu akan menafkahkan apa-apa yang dimilikinya.
Ketika Ahnaf bin Qais dimaki-maki seseorang menjelang masuk ke kampungnya,
"Hai kamu bodoh, gila, kurang ajar!", Ahnaf bin Qais malah
menjawab, "Sudah? Masih ada yang lain yang akan disampaikan? Sebentar lagi
saya masuk ke kampung Saya, kalau nanti di dengar oleh orang-orang sekampung,
mungkin nanti mereka akan dan mengeroyokmu. Ayo, kalau masih ada yang
disampaikan, sampaikanlah sekarang !". Dikisahkan pula di zaman sahabat,
ada seseorang yang marah-marah kepada seorang sahabat nabi, "Silahkan kalau kamu ngomong lima patah
kata, saya akan jawab dengan 10 patah kata. Kamu ngomong satu kalimat, saya
akan ngomong sepuluh kalimat”. Lalu dijawab dengan mantap oleh sahabat ini,
"Kalau engkau ngomong sepuluh kata, saya tidak akan ngomong satu patah
kata pun". Oleh karena itu, jangan ambil pusing,
janga dipikirin. Dale Carnegie, dalam sebuah bukunya mengisahkan tentang seekor
beruang kutup yang ganas sekali, selalu main pukul, ada pohon kecil dicerabut,
tumbang dan dihancurkan. Di tengah amukannya, tiba-tiba ada ada seekor binatang
kecil yang lewat di depannya. Anehnya, tidak ia hantam, sehingga mungkin
terlintas dalam benak si beruang ini, "Ah, apa perlunya menghantam yang
kecil-kecil, yang tidak sebanding, yang tidak merugikan kepentingan kita".
Percayalah, makin
mudah kita tersinggung, apalagi hanya dengan hal-hal yang sepele, akan makin
sengsara hidup ini. Padahal, mau apa hidup pakai sengsara, karena justru kita
harus menjadikan orang-orang yang menyakiti kita sebagai ladang amal, karena
kalau tidak ada yang menghina, menganiaya, atau menyakiti, kapan kita bisa
memaafkan? Nah sahabat. Justru karena ada lawan, ada yang menghina, ada yang
menyakiti kita bisa memaafkan. Kalau dia masih muda, anggap saja mungkin dia
belum tahu bagaimana bersikap kepada yang tua, daripada sebel kepadanya. Kalau
dia masih kanak-kanak, pahami bahwa tata nilai kita dengan dia berbeda, mana
mungkin kita tersinggung oleh anak kecil. Kalau ada orang tua yang memarahi
kita, jangan tersinggung, mungkin dia khilaf, karena terlalu tuanyua. Yang
pasti makin kita pemaaf, makin kita berhati lapang, makin bisa memahami orang
lain, maka akan makin aman dan tenteramlah hidup kita ini, subhanallah. Wallahu
a’lam.